Minggu, 12 Juni 2011

PERMASALAHAN BELAJAR LEARNING DISORDER



A.    PENGERTIAN
Definisi gangguan belajar (Learning Disorders) menurut DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders), yaitu:
Diagnosis gangguan belajar ditegakkan bila hasil yang dicapai di bidang membaca, matematik, atau menulis dibawah hasil yang semestinya dapat dicapai sesuai dengan tingkat usia, akademik, dan intelegensinya. Problem belajar erat kaitannya dengan pencapaian hasil akademik dan aktivitas sehari-hari.
Menurut Muhammad Baitul Alim (2010) Learning Disorder atau kekacauan belajar adalah keadaan dimana proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan. Pada dasarnya, yang mengalami kekacauan belajar, potensi dasarnya tidak dirugikan, akan tetapi belajarnya terganggu atau terhambat oleh adanya respons-respons yang bertentangan, sehingga hasil belajar yang dicapainya lebih rendah dari potensi yang dimilikinya.
Menurut Yudhie (2010) Gangguan belajar meliputi kemampuan untuk memperoleh, menyimpan, atau menggunakan keahlian khusus atau informasi secara luas, dihasilkan dari kekurangan perhatian, ingatan, atau pertimbangan dan mempengaruhi performa akademi.Gangguan belajar sangat berbeda dari keterlambatan mental dan terjadi dengan normal atau bahkan fungsi intelektual tinggi. Gangguan belajar hanya mempengaruhi fungsi tertentu, sedangkan pada anak dengan keterlambatan mental, kesulitan mempengaruhi fungsi kognitif secara luas. Terdapat tiga jenis gangguan belajar : gangguan membaca, gangguan menuliskan ekspresi, dan gangguan matematik. Dengan demikian, seorang anak dengan gangguan belajar bisa mengalami kesulitan memahami dan mempelajari matematika yang signifikan, tetapi tidak memiliki kesulitan untuk membaca, menulis, dan melakukan dengan baik pada subjek yang lain. Diseleksia adalah gangguan belajar yang paling dikenal. Gangguan belajar tidak termasuk masalah belajar yang disebabkan terutama masalah penglihatan, pendengaran, koordinasi, atau gangguan emosional.

Jenis dari Learning Disorder diantaranya :
1.      Gangguan membaca (Disleksia).
Adalah ketrampilan membaca yang berada di bawah tingkatan usia, pendidikan dan inteligensi anak.
Menurut Yudhie (2010) Disleksia berasal dari bahasa Greek, yakni dari kata ”dys” yang berarti kesulitan, dan kata ”lexis” yang berarti bahasa. Jadi disleksia secara harafiah berarti ” kesulitan dalam berbahasa.” Anak disleksia tidak hanya mengalami kesulitan dalam membaca, tapi juga dalam hal mengeja, menulis dan beberapa aspek bahasa yang lain. Kesulitan membaca pada anak disleksia tidak sebanding dengan tingkat intelegensi ataupun motivasi yang dimiliki untuk kemampuan membaca dengan lancar dan akurat, karena anak disleksia biasanya mempunyai lebel intelegensi yang normal bahkan sebagian di antaranya di atas normal. Disleksia merupakan kelainan dengan dasar kelainan neurobiologis, yang ditandai dengan kesulitan dalam mengenali kata dengan tepat / akurat, dalam pengejaan dan dalam kemampuan mengkode simbol.
Ada juga ahli yang mendefinisikan disleksia sebagai suatu kondisi pemprosesan input/informasi yang berbeda (dari anak normal) yang seringkali ditandai dengan kesulitan dalam membaca, yang dapat mempengaruhi cara kognisi seperti daya ingat, kecepatan pemprosesan input, kemampuan pengaturan waktu, aspek koordinasi dan pengendalain gerak. Dapat terjadi kesulitan visual dan fonologis, dan biasanya terdapat perbedaan kemampuan di berbagai aspek perkembangan.
Menurut Jovita Maria Ferliana (dalam pengantar Living with Dyslexia, 2007), penderita disleksia sebenarnya mengalami kesulitan membedakan bunyi fonetik yang menyusun sebuah kata. Mereka bisa menangkap kata-kata tersebut dengan indera pendengarnya. Namun, ketika harus menuliskannya dengan huruf-huruf yang mana saja. Dengan demikian, dia juga kesulitan menuliskan apa yang ia inginkan ke dalam kalimat-kalimat panjang yang akurat.
2.      Gangguan matematik (Diskalkulia)
Adalah ketrampilan matematik yang berada di bawah tingkatan usia, pendidikan dan inteligensi anak
Menurut Jacinta F. Rini, M.Psi, dari Harmawan Consulting, Jakarta, diskalkulia dikenal juga dengan istilah “math difficulty” karena menyangkut gangguan pada kemampuan kalkulasi secara matematis. Kesulitan ini dapat ditinjau secara kuantitatif yang terbagi menjadi bentuk kesulitan berhitung (counting) dan mengkalkulasi (calculating). Anak yang bersangkutan akan menunjukkan kesulitan dalam memahami proses-proses matematis. Hal ini biasanya ditandai dengan munculnya kesulitan belajar dan mengerjakan tugas yang melibatkan angka ataupun simbol matematis.
3.      Gangguan menulis ekspresif (Spelling Dyslexia, Spelling Disorder)
Ada juga yang menyebut disgrafia.
Gangguan menulis ekspresif (Spelling Dyslexia, Spelling Disorder)
adalah ketrampilan menulis yang berada di bawah tingkatan usia, pendidikan dan inteligensi anak. Banyak, ditemukan kesalahan dalam menulis dan penampilan tulisan yang buruk (cakar ayam). Biasanya sudah tampak sejak kelas 1 5D.
Menurut Yudhie (2010) disgrafia adalah Kelainan neurologis ini menghambat kemampuan menulis yang meliputi hambatan secara fisik, seperti tidak dapat memegang pensil dengan mantap ataupun tulisan tangannya buruk. Anak dengan gangguan disgrafia sebetulnya mengalami kesulitan dalam mengharmonisasikan ingatan dengan penguasaan gerak ototnya secara otomatis saat menulis huruf dan angka. Kesulitan dalam menulis biasanya menjadi problem utama dalam rangkaian gangguan belajar, terutama pada anak yang berada di tingkat SD. Kesulitan dalam menulis seringkali juga disalahpersepsikan sebagai kebodohan oleh orang tua dan guru. Akibatnya, anak yang bersangkutan frustrasi karena pada dasarnya ia ingin sekali mengekspresikan dan mentransfer pikiran dan pengetahuan yang sudah didapat ke dalam bentuk tulisan. Hanya saja ia memiliki hambatan. Sebagai langkah awal dalam menghadapinya, orang tua harus paham bahwa disgrafia bukan disebabkan tingkat intelegensi yang rendah, kemalasan, asal-asalan menulis, dan tidak mau belajar. Gangguan ini juga bukan akibat kurangnya perhatian orang tua dan guru terhadap si anak, ataupun keterlambatan proses visual motoriknya.

4.      Gangguan belajar lainnya / tidak spesifik

B.     CIRI-CIRI
1.      Gangguan membaca (Disleksia).
Ciri khasnya: gagal dalam mengenali kata-kata, lambat dan tidak teliti bila membaca, pemahaman yang buruk  
Menurut Yudhie (2010) Kesulitan yang dikeluhkan meliputi kesulitan dalam berbicara dan kesulitan dalam membaca.
1)      Kesulitan mengenali huruf atau mengejanya.
2)       Kesulitan membuat pekerjaan tertulis secara terstruktur misalnya esai
3)      Huruf tertukar-tukar, misal ’b’ tertukar ’d’, ’p’ tertukar ’q’, ’m’ tertukar ’w’, ’s’ tertukar ’z’.
4)       Membaca lambat dan terputus-putus serta tidak tepat.
5)       Menghilangkan atau salah baca kata penghubung (“di”, “ke”, “pada”).
6)      Mengabaikan kata awalan pada waktu membaca (“menulis” dibaca sebagai “tulis”).
7)      Tidak dapat membaca ataupun membunyikan perkataanyang tidak pernah dijumpai.
8)      tertukar-tukar kata (misalnya : dia-ada, sama-masa, lagu-gula, batu-buta, tanam-taman, dapat padat, mana-nama).
9)      Daya ingat jangka pendek yang buruk
10)   Kesulitan memahami kalimat yang dibaca atau pun yang didengar
11)  Tulisan tangan yang buruk
12)  Mengalami kesulitan mempelajari tulisan sambung
13)  Ketika mendengarkan sesuatu, rentang perhatiannya pendek
14)   Kesulitan dalam mengingat kata-kata
15)  Kesulitan dalam diskriminasi visual.
16)   Kesulitan dalam persepsi spatial
17)  Kesulitan mengingat nama-nama
18)  Kesulitan / lambat mengerjakan PR
19)  Kesulitan memahami konsep waktu
20)  Kesulitan membedakan huruf vokal dengan konsonan
21)  Kebingungan atas konsep alfabet dan symbol
22)  Kesulitan mengingat rutinitas aktivitas sehari-hari
23)  Kesulitan membedakan kanan kiri
 Pertanda disleksia pada anak usia sekolah dasar.
1)      Kesulitan dalam berbicara :
2)       Salah pelafalan kata-kata yang panjang
3)      Bicara tidak lancar
4)      Menggunakan kata-kata yang tidak tepat dalam berkomunikasi
5)      Kesulitan dalam membaca:
6)      Sangat lambat kemajuannya dalam ketrampilan membaca
7)      Sulit menguasai / membaca kata-kata baru
8)      Kesulitan melafalkan kata-kata yang baru dikenal
9)      Kesulitan membaca kata-kata ”kecil” seperti: di, pada, ke
10)   Kesulitan dalam mengerjakan tes pilihan ganda
11)   Kesulitan menyelesaikan tes dalam waktu yang ditentukan
12)  Kesulitan mengeja
13)  Membaca sangat lambat dan melelahkan
14)  Tulisan tangan berantakan
15)   Sulit mempelajari bahasa asing (sebagai bahasa kedua)
16)   Riwayat adanya disleksia pada anggota keluarga lain. (Shaywitz. S. Overcoming dyslexia. Ney York: Alfred A Knopf, 2003:12-124)

2.      Gangguan matematik (Diskalkulia)
Ciri khasnya adalah kegagalan dalam ketrampilan :
a.       linguistik (memahami istilah matematika, mengubah soal tulisan ke simbol matematika),
b.      perseptual (kemampuan untuk memahami simbol dan mengurutkan kelompok angka)  
c.       matematik (dalam sistem operasional penambahan, pengurangan, perkalian dan pembagian)
d.      atensional (mengkopi bentuk dengan benar, mengoperasikan simbol dengan benar)
e.       Prevalensi ± 5% anak usia sekolah
f.       Anak perempuan > anak laki-laki
g.      Biasanya disertai gangguan belajar yang lain
h.      Kebanyakan terdeteksi ketika berada di kelas 2 dan 3 SD (6-8 th)
Menurut Yudhie (2010) inilah beberapa hal yang bisa dijadikan pegangan ciri anak yang mengalami diskalkulia :
a.       Tingkat perkembangan bahasa dan kemampuan lainnya normal, malah seringkali mempunyai memori visual yang baik dalam merekam kata-kata tertulis.
b.      Sulit melakukan hitungan matematis. Contoh sehari-harinya, ia sulit menghitung transaksi (belanja), termasuk menghitung kembalian uang. Seringkali anak tersebut jadi takut memegang uang, menghindari transaksi, atau apa pun kegiatan yang harus melibatkan uang.
c.       Sulit melakukan proses-proses matematis, seperti menjumlah, mengurangi, membagi, mengali, dan sulit memahami konsep hitungan angka atau urutan.
d.      Terkadang mengalami disorientasi, seperti disorientasi waktu dan arah. Si anak biasanya bingung saat ditanya jam berapa sekarang. Ia juga tidak mampu membaca dan memahami peta atau petunjuk arah.
e.       Mengalami hambatan dalam menggunakan konsep abstrak tentang waktu. Misalnya, ia bingung dalam mengurut kejadian masa lalu atau masa mendatang.
f.       Sering melakukan kesalahan ketika melakukan perhitungan angka-angka, seperti proses substitusi, mengulang terbalik, dan mengisi deret hitung serta deret ukur.
g.      Mengalami hambatan dalam mempelajari musik, terutama karena sulit memahami notasi, urutan nada, dan sebagainya.
h.      Bisa juga mengalami kesulitan dalam aktivitas olahraga karena bingung mengikuti aturan main yang berhubungan sistem skor.

3.      Gangguan menulis ekspresif (Spelling Dyslexia, Spelling Disorder)
Rasa frustrasi, marah oleh karena kegagalan dalam prestasi akademik menyebabkan munculnya gangguan depresi yang kronis
Menurut Yudhie (2010) ciri anak disgrafia adalah :
1)      Terdapat ketidakkonsistenan bentuk huruf dalam tulisannya.
2)       Saat menulis, penggunaan huruf besar dan huruf kecil masih tercampur.
3)      Ukuran dan bentuk huruf dalam tulisannya tidak proporsional.
4)      Anak tampak harus berusaha keras saat mengkomunikasikan suatu ide, pengetahuan, atau pemahamannya lewat tulisan.
5)      Sulit memegang bolpoin maupun pensil dengan mantap. Caranya memegang alat tulis seringkali terlalu dekat bahkan hampir menempel dengan kertas.
6)      Berbicara pada diri sendiri ketika sedang menulis, atau malah terlalu memperhatikan tangan yang dipakai untuk menulis.
7)      Cara menulis tidak konsisten, tidak mengikuti alur garis yang tepat dan proporsional.
8)      Tetap mengalami kesulitan meskipun hanya diminta menyalin contoh tulisan yang sudah ada.

4.      Gangguan belajar lainnya / tidak spesifik


C.     CONTOH KASUS
Di AS, 5% murid di sekolah umum mengalami learning disorders dan hampir 40% nya mengalami putus sekolah. Orang dewasa dengan learning disorders biasanya mengalami kesulitan dalam pekerjaan dan adaptasi sosialnya. Orang dengan learning disorders mempunyai proses kognitif yang abnormal, yaitu kelainan di bidang persepsi visual, bicara, atensi, dan daya ingat.
1.      Gangguan membaca (Disleksia).
a.       4% dari anak usia sekolah di AS.
b.      Anak laki-laki 3-4 kali > anak perempuan
c.       Gangguan. emosi & perilaku yang sering menyertai: - ADHD, Conduct disorder, & depresi (remaja)
2.      Gangguan matematik (Diskalkulia)
Mengalami kesulitan dalam mengoperasional penambahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian.
3.      Gangguan menulis ekspresif (Spelling Dyslexia, Spelling Disorder)
Rasa frustrasi, marah oleh karena kegagalan dalam prestasi akademik menyebabkan munculnya gangguan depresi yang kronis
4.      Gangguan belajar lainnya / tidak spesifik


D.    TEATMENT / PENANGANAN
1.      Gangguan membaca (Disleksia).
Penelitian retrospektif menunjukkan disleksia merupakan suatu keadaan yang menetap dan kronis. “Ketidak mampuannya” di masa anak yang nampak seperti “menghilang” atau “berkurang” di masa dewasa bukanlah kareana disleksia nya telah sembuh namun karena individu tersebut berhasil menemukan solusi untuk mengatasi kesulitan yang diakibatkan oleh disleksia nya tersebut. Mengingat demikian “kompleks”nya keadaan disleksia ini, maka sangat disarankan bagi orang tua yang merasa anaknya menunjukkan tanda-tanda seperti tersebut di atas, agar segera membawa anaknya berkonsultsi kepada tenaga medis profesional yang kapabel di bidang tersebut. Karena semakin dini kelainan ini dikenali, semakin “mudah” pula intervensi yang dapat dilakukan, sehingga anak tidak terlanjur larut dalam kondisi yang lebih parah.
Bantuan yang dapat diberikan kepada penderita disleksia :
1)      Adanya komunikasi dan pemahaman yang sama mengenai anak disleksia antara orang tua dan guru
2)      Anak duduk di barisan paling depan di kelas
3)      Guru senantiasa mengawasi / mendampingi saat anak diberikan tugas, misalnya guru meminta dibuka halaman 15, pastikan anak tidak tertukar dengan membuka halaman lain, misalnya halaman 50.
4)      Guru dapat memberikan toleransi pada anak disleksia saat menyalin soal di papan tulis sehingga mereka mempunyai waktu lebih banyak untuk menyiapkan latihan (guru dapat memberikan soal dalam bentuk tertulis di kertas).
5)       Anak disleksia yang sudah menunjukkkan usaha keras untuk berlatih dan belajar harus diberikan penghargaan yang sesuai dan proses belajarnya perlu diseling dengan waktu istirahat yang cukup..
6)      Melatih anak menulis sambung sambil memperhatikan cara anak duduk dan memegang pensilnya. Tulisan sambung memudahkan murid membedakan antara huruf yang hampir sama misalnya ’b’ dengan ’d’. Murid harus diperlihatkan terlebih dahulu cara menulis huruf sambung karena kemahiran tersebut tidak dapat diperoleh begitu saja. Pembentukan huruf yang betul sangatlah penting dan murid harus dilatih menulis huruf-huruf yang hampir sama berulang kali. Misalnya huruf-huruf dengan bentuk bulat: ”g, c, o, d, a, s, q”, bentuk zig zag: ”k, v, x, z”, bentuk linear: ”j, t, l, u, y”, bentuk hampir serupa: ”r, n, m, h”.
7)      Guru dan orang tua perlu melakukan pendekatan yang berbeda ketika belajar matematika dengan anak disleksia, kebanyakan mereka lebih senang menggunakan sistem belajar yang praktikal. Selain itu kita perlu menyadari bahwa anak disleksia mempunyai cara yang berbeda dalam menyelesaikan suatu soal matematika, oleh karena itu tidak bijaksana untuk ”memaksakan” cara penyelesaian yang klasik jika cara terebut sukar diterima oleh sang anak.
8)      Aspek emosi. Anak disleksia dapat menjadi sangat sensitif, terutama jika mereka merasa bahwa mereka berbeda dibanding teman-temannya dan mendapat perlakukan yang berbeda dari gurunya. Lebih buruk lagi jika prestasi akademis mereka menjadi demikian buruk akibat ”perbedaan” yang dimilikinya tersebut. Kondisi ini akan membawa anak menjadi individu dengan ”self-esteem” yang rendah dan tidak percaya diri. Dan jika hal ini tidak segera diatasi akan terus bertambah parah dan menyulitkan proses terapi selanjutnya. Orang tua dan guru seyogyanya adalah orang-orang terdekat yang dapat membangkitkan semangatnya, memberikan motivasi dan mendukung setiap langkah usaha yang diperlihatkan anak disleksia. Jangan sekali-sekali membandingkan anak disleksia dengan temannya, atau dengan saudaranya yang tidak disleksia.
2.      Gangguan matematik (Diskalkulia)
Diagnosa diskalkulia harus dilakukan oleh spesialis yang berkompeten di bidangnya berdasarkan serangkaian tes dan observasi yang valid dan terpercaya. Bentuk terapi atau treatment yang akan diberikan pun harus berdasarkan evaluasi terhadap kemampuan dan tingkat hambatan anak secara detail dan menyeluruh.
Bagaimanapun, kesulitan ini besar kemungkinan terkait dengan kesulitan dalam aspek-aspek lainnya, seperti disleksia. Perbedaan derajat hambatan akan membedakan tingkat treatment dan strategi yang diterapkan. Selain penanganan yang dilakukan ahli, orang tua pun disarankan melakukan beberapa latihan yang dapat mengurangi gangguan belajar, yaitu:
1.      Cobalah memvisualisasikan konsep matematis yang sulit dimengerti, dengan menggunakan gambar ataupun cara lain untuk menjembatani langkah-langkah atau urutan dari proses keseluruhannya.
2.      Bisa juga dengan menyuarakan konsep matematis yang sulit dimengerti dan minta si anak mendengarkan secara cermat. Biasanya anak diskalkulia tidak mengalami kesulitan dalam memahami konsep secara verbal.
3.      Tuangkan konsep matematis ataupun angka-angka secara tertulis di atas kertas agar anak mudah melihatnya dan tidak sekadar abstrak. Atau kalau perlu, tuliskan urutan angka-angka itu untuk membantu anak memahami konsep setiap angka sesuai dengan urutannya.
4.      Tuangkan konsep-konsep matematis dalam praktek serta aktivitas sederhana sehari-hari. Misalnya, berapa sepatu yang harus dipakainya jika bepergian, berapa potong pakaian seragam sekolahnya dalam seminggu, berapa jumlah kursi makan yang diperlukan jika disesuaikan dengan anggota keluarga yang ada, dan sebagainya.
5.       Sering-seringlah mendorong anak melatih ingatan secara kreatif, entah dengan cara menyanyikan angka-angka, atau cara lain yang mempermudah menampilkan ingatannya tentang angka.
6.      Pujilah setiap keberhasilan, kemajuan atau bahkan usaha yang dilakukan oleh anak.
7.      Lakukan proses asosiasi antara konsep yang sedang diajarkan dengan kehidupan nyata sehari-hari, sehingga anak mudah memahaminya.
8.      Harus ada kerja sama terpadu antara guru dan orang tua untuk menentukan strategi belajar di kelas, memonitor perkembangan dan kesulitan anak, serta melakukan tindakan-tindakan yang perlu untuk memfasilitasi kemajuan anak. Misalnya, guru memberi saran tertentu pada orang tua dalam menentukan tugas di rumah, buku-buku bacaan, serta latihan yang disarankan.

3.      Gangguan menulis ekspresif (Spelling Dyslexia, Spelling Disorder)  atau disgrafia diantaranya:
1)      Pahami keadaan anak
Sebaiknya pihak orang tua, guru, atau pendamping memahami kesulitan dan keterbatasan yang dimiliki anak disgrafia. Berusahalah untuk tidak membandingkan anak seperti itu dengan anak-anak lainnya. Sikap itu hanya akan membuat kedua belah pihak, baik orang tua/guru maupun anak merasa frustrasi dan stres. Jika memungkinkan, berikan tugas-tugas menulis yang singkat saja. Atau bisa juga orang tua meminta kebijakan dari pihak sekolah untuk memberikan tes kepada anak dengan gangguan ini secara lisan, bukan tulisan.
2)      Menyajikan tulisan cetak
Berikan kesempatan dan kemungkinan kepada anak disgrafia untuk belajar menuangkan ide dan konsepnya dengan menggunakan komputer atau mesin tik. Ajari dia untuk menggunakan alat-alat agar dapat mengatasi hambatannya. Dengan menggunakan komputer, anak bisa memanfaatkan sarana korektor ejaan agar ia mengetahui kesalahannya.
3)      Membangun rasa percaya diri anak
Berikan pujian wajar pada setiap usaha yang dilakukan anak. Jangan sekali-kali menyepelekan atau melecehkan karena hal itu akan membuatnya merasa rendah diri dan frustrasi. Kesabaran orang tua dan guru akan membuat anak tenang dan sabar terhadap dirinya dan terhadap usaha yang sedang dilakukannya.
4)      Latih anak untuk terus menulis
Libatkan anak secara bertahap, pilih strategi yang sesuai dengan tingkat kesulitannya untuk mengerjakan tugas menulis. Berikan tugas yang menarik dan memang diminatinya, seperti menulis surat untuk teman, menulis pada selembar kartu pos, menulis pesan untuk orang tua, dan sebagainya. Hal ini akan meningkatkan kemampuan menulis anak disgrafia dan membantunya menuangkan konsep abstrak tentang huruf dan kata dalam bentuk tulisan konkret.

4.      Gangguan belajar lainnya / tidak spesifik

E.     ULASAN PENDAPAT PENULIS
Learning Disorder atau kekacauan belajar adalah keadaan dimana proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan. Pada dasarnya, yang mengalami kekacauan belajar, potensi dasarnya tidak dirugikan, akan tetapi belajarnya terganggu atau terhambat oleh adanya respons-respons yang bertentangan, sehingga hasil belajar yang dicapainya lebih rendah dari potensi yang dimilikinya.
Jenis dari Learning Disorder diantaranya :
1.      Gangguan membaca (Disleksia).
Adalah ketrampilan membaca yang berada di bawah tingkatan usia, pendidikan dan inteligensi anak.
2.      Gangguan matematik (Diskalkulia)
Adalah ketrampilan matematik yang berada di bawah tingkatan usia, pendidikan dan inteligensi anak
3.      Gangguan menulis ekspresif (Spelling Dyslexia, Spelling Disorder)
Adalah ketrampilan menulis yang berada di bawah tingkatan usia, pendidikan dan inteligensi anak. Banyak, ditemukan kesalahan dalam menulis dan penampilan tulisan yang buruk (cakar ayam). Biasanya sudah tampak sejak kelas 1 5D.
4.      Gangguan belajar lainnya / tidak spesifik

Gangguan belajar sangat berbeda dari keterlambatan mental dan terjadi dengan normal atau bahkan fungsi intelektual tinggi. Gangguan belajar hanya mempengaruhi fungsi tertentu, sedangkan pada anak dengan keterlambatan mental, kesulitan mempengaruhi fungsi kognitif secara luas. Terdapat tiga jenis gangguan belajar yaitu gangguan membaca, gangguan menuliskan ekspresi, dan gangguan matematik. Dengan demikian, seorang anak dengan gangguan belajar bisa mengalami kesulitan memahami dan mempelajari matematika yang signifikan, tetapi tidak memiliki kesulitan untuk membaca, menulis, dan melakukan dengan baik pada subjek yang lain. Gangguan belajar tidak termasuk masalah belajar yang disebabkan terutama masalah penglihatan, pendengaran, koordinasi, atau gangguan emosional.

Sumber :
1.      http://yudhie.blogdetik.com/2010/05/26/gangguan-belajar/ (diakses , 29 maret 2011)
2.      DEFINISI KESULITAN BELAJAR « Devianggraeni90′s Weblog.htm (diakses, 23 maret 2011)
3.      definisi-gangguan-belajar.html. melly.blogs (diakses, 23 maret 2011)
4.      definisi-gangguan-belajar-learning.html. flanella.notes (diakses, 23 maret 2011)
5.      kenali-kesulitan-belajar-anak-sejak-dini.htm. By Muhammad Baitul Alim + January 4th, 2010. (diakses, 23 maret 2011)
6.      Wood, Derek dkk, 2007. Kiat Mengatasi Gangguan Belajar. Jogjakarta. Kata Hati.